Sabtu, 30 Mei 2009

CEDERA MUSKULOSKETAL

CEDERA MUSKULOSKETAL



Akibat suatu trauma pada anggota gerak dapat berakibat :
- patah tulang ( fraktur )
- Dislokasi ( caput sendi lepas dari mangkok sendi )
- Kerusakan jaringan lunak, yaitu kulit ( vulnus ), otot dan tendon robek atau memar, pembuluh darah, atau saraf putus.

FRAKTUR .

Definisi : fraktur adalah putusnya kontinuitas jaringan tulang .

Penyebab:
1. Trauma : a. langsung berakibat fraktur pada tempat trauma.dan kerusakan jaringan.
b. tidak langsung berakibat fraktur diluar tempat fraktur
2. Patologis a. kongenital ( osteogenesis inperfekta )
b. infeksi ( osteomyelitis )
c. tumor ( contoh bone cyst., Metastase Ca mammae )
3. Tarikan yang terlalu kuat.

Patofisiologi:
Patah tulang dipengaruhi oleh 2 faktor :
A. Faktor ekstrinsik :
• Adalah gaya dari luar yang bereaksi pada tulang
• Tergantung dari besarnya , waktu/lamanya dan arah gaya tersebut dapat menyebabkan patah tulang.
• Beberapa macam gaya : gaya tension, gaya kompresi, gaya shear.


B. Faktor intrinsik :
Beberapa sifat sifat yang penting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur:
• kapasitas absorbsi dari energi
• daya elastisitas
• daya terhadap kelelahan
• densitas/kepadatan

Pembagian :
A. Menurut derajatnya :
1. fracture incomplete : fisurra, greenstick fraktur tulang muda ( anak )
2. fracture complete : simple fraktur bila fragmen tulang tak bergeser dari tempatnya , komunitif fraktur bila patah lebih dari 2 fragmen.


B. Ada tidaknya hubungan dengan dunia luar :
1. Open fracture ( Compund Fracture) ada hubungan langsung rfagmen fraktur dengan permukaan kulit.
2. Closed fracture ( fraktur oklusa/ patah tulang tertutup).

C. Berdasar usia penderita :
1. usia dewasa dan tua , sering patah akibat osteoporosis,misalnya vertebra, colum femoris, dan frakture tulang panjang.
2. Usia anak-anak , jarang robek ligamen. Penanganannya perlu pertimbangan khusus, sebab pemendekan dapat ditoleransi dengan percepatan pertumbuhan tulang panjang yang patah.

D. Berdasar penyebabnya : misalnya fraktur patologis, bukan karena trauma.

E. Patah tulang khusus , yaitu fraktur yang mengenai cakram epifisis, karena fraktur ini dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan. Menurut Salter Haris ada 4 type :
Tipe 1. Epifisis dan cakran epifisis lepas dari metafisis, tetapi periost masih utuh
Tipe 2. Periost robek disatu sisi sehingga epifisis dan cahram epfisis lepas sama sekali dari metafisis.
Tipe 3. Patah tulang epifisis yang melalui sendi
Tipe 4. Terdapat fragmen patahan yang garis patahnya tegak lurus cakram tersebut.
Pada type 4 epifisis rusak karena kompresi, sehingga pertumbuhan tulang terganggu.

Gejala fraktur :
1. Pasti : a. deformitas akibat fraktur berupa angulasi,rotasi dan pemendekan.
b. krepitasi karena gesekan ujung fragmen tulang yang patah
c. false movement
d. fragmen tulang yang menonjol dari luka
e. tampak pada gambar X foto
f. nyeri pada fraktur, terdapat nyeri subyektif, nyeri obyectif, nyeri lingkar,
g. nyeri sumbu pada tarikan atau tekanan.

2. Tidak pasti : a. deformitas disebabkan oleh pembengkakan,atau akibat perdarahan.
b. nyeri spontan , menghebat bila digerakkan
c. fungsiolesa

Diagnosa fraktur :
Meliputi :
• Anamnesa
• Pemeriksaan fisik : look(inspeksi), Feel(palpasi), Move( pergerakan pasifd/aktif, measurement( pengukuran)
• Pemeriksaan radiologi
• CT scan
• Pemeriksaan labolatorium

 Anamnesa :
- tanyakan adanya trauma tertentu, seperti jatuh, terputar, tertumbuk, terlindas, dan berapa kuatnya trauma tersebut.
- Datang karena keluhan sesuatu yang tidak benar : deformitas, pemendekan, tumor
- Sesuatu yang tidak wajar misalnya nyeri atu pegal-pegal
- Pergerakan tidak normal, timpang, lemah, kaku, lumpuh.
- Rasa nyeri merupakan gejala yang paling sering membawa penderita ke rumah sakit.


 Pemeriksaan fisik :
1. Inspeksi ( look ) , bandingkan kiri dan kanan. , perhatikan adanya pembengkakan, deformitas.
2. Palpasi ( fell) : tegang lokal, nyeri tekan, krepitasi, periksa pulsasi arteri distal fraktur
3. Gerakan ( move) : -.a. ROM ( range of movement ) aktif dan pasif, bandingkan kiri
dan kanan, pada fraktur ROM aktif lebih kecil daripada pasif.
-b. adanya gerakan abnormal (false movement),
-c. adanya fungsiolesa.
4. Measurement ( pengukuran ) : true length, appeareance length, ukuran melingkar

 Radiologi :: - 2 arah ( antero posterior dan lateral )
- 2 waktu yang berbeda ( saat trauma dan 10 hari sesudah trauma
- 2 sendi , sendi proximal dan distal dari fraktur harus terlihat pada film.
- 2 extremitas sebagai pembanding, bila garis fraktur meragukan terutama pada anak2

 CT Scan : kadang-kadang dilakukan pada fraktur vertebra dengan gejala neurologis

 Pemeriksaan labolatorium :
1. pemeriksaan darah : osteomyelitis, LED meningkat
2. Biochemical darah : Ca darah, Alkali dan acid fosfatase
3. Serologi dan bacteriologi ; WR, Khan. Mantoux test
4. Pemeriksaan histopatologis pada kasus neoplasma.

Penyembuhan tulang :
Proses perbaikan fraktur tergantung tulang yang terkena dan pergerakan ditempat fraktur.
Pada tulang tubuler dan bila tak ada fiksasi yang kaku, penyembuhab dalam 5 tahap.Prinsipmya penyembuhan tulang ada 2 cara yaitu;
• callus formation
• primary osteonal healing
Primary osteonal healing dapat terjadi bila pada fraktur dilakukan fiksasi dengan interfrgmentary screw atau dynamic compression plate ( AO ) . Pada kasus ini terbukti kedua ujung fragmen tulang sembuh dan menyatu tanpa banyak pembentukan callus via primary vasculer bone formation.


Cara via callus formation sebagai berikut :
1. Kerusakan jaringan dan pembentukan hematom .
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematom disekitar luka dan didalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur yang tidak mendapatkan persediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua milimeter.

2. Radang dan proliferasi selluler.
Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel bawah periosteum dan didalam saluran medulla yang tertembus. Ujung fragmen dikelilingai oleh jaringan sel yang menghubungkan tempat fraktur. Hematom yang membeku perlahan-lahan di absorbsi dan kapiler baru berkembang kedalam daerah itu.

3. Pembentukan kalus.
Sel yang berkembang biak memiliki potensi kondrogenik dan osteogenik. Sel itu akan membentuk tulang juga kartilago. Populasi sel sekarang mencakup osteoklas ( dihasilkan pembuluh datah baru ) yang mulai membersihkan tulang yang mati. Masa sel yang tebal dengan pulau-pulau tulang yang imatur dan kartilago membentuk kalus atau bebat pada permukaan periosteal dan endosteal. Sementara tulang fibrosa yang imatur ( anyaman tulang ) menjadi lebih padat ,gerakan ditempat fraktur semakin berkurang dan dan empat minggu stelah cedera fraktur menyatu


4. Konsolidasi.
Bila aktifitas osteoklastik dan osteblastik berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi tulang lamelar. Sistem ini sekarang cukup kaku untuk memungkinkan menerobos reruntuhan pada garis fraktur, dan dekat dibelakangnya osteoblast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru.Ini proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat membawa beban yang normal.

5. Remodeling.
Fraktur telah dijembatani oleh tulang yang padat. Selama beberapa bulan bahkan beberapa tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorpsi dan pembentukan tulang yang terus menerus. Lamela yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya tinggi, dinding-dinding yang tak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk. Akhirnya pada anan-anak tulang akan memperoleh bentuk mirip normalnya.



Penyembuhan otot :
Otot tidak dapat regenerasi. Tapi faal otot tidak berkurang adanya hipertrofi,sebagai kompensasi jaringan otot sisa.Karena sifat ini luka pada otot harus dijahit yang baik.

Penyembuhan tendo
Tendo yang putus tak akan dapat berfungsi lagi. Agar tetap berfungsi perlu disambung kembali dengan teknik khusus.

Penyembuhan fascia :
Akan mengalami penyembuhan alami yang normal.

Penyembuhan pembuluh darah.
Bila hematom sangat besar, bagian tengah tetap cair sedangkan dinding dalamnya perlahan-lahan dilapisi endothel sehingga terjadi aneurisma palsu.

Penyembuhan saraf
Bila saraf putus maka akson distal akan degenerasi. Sel saraf dipusat dalam 24-48 jam akan tumbuh akson baru kedistal dengan kecepatan rata-rata 1 mm perhari. Akson dapat tumbuh baik sampai keorgan akhir bila dalam pertumbuhannya ditemukan selubung myelin yang utuh. Dengan bedah mikro epi dan perineurium dapat dijahit dengan baik, maka penyambungan saraf yang putus akan memberi hasil yang baik.
KOMPLIKASI FRAKTUR:
Komplikasi Dini ( early ). :
A. Lokal :
Jaringan lunak :.
o kulit abrasi, lacerasi, penetrasi
o pembuluh darah robek
o kerusakan sistem saraf : sumsum tl belakang, saraf tepi motorik dan
sensorik
o kerusakan otot
o kerusakan organ dalam : jantung,paru,hepar limpa,pada fraktur costa,
kandung seni pada fraktur pelvis.
Sendi : infeksi akibat fraktur terbuka
Tulang : osteomielitis. Nekrosis avaskuler

B. Umum :
o Fraktur merupakan bagian dari multipel trauma menyebabkan syok hemoragik atau syok neurugenik.
o emboli lemak, emboli paru, tetanus
Komplikasi lanjut ( late ) :
A. Lokal :
- sendi ; ankilosis fibrosa
- Tulang : - penyambungan tak wajar : malunion,cross union, delayed union ( > 3 bulan), non union ( > 6 bulan ), pseudo arthrosis.
- Osteoporosis pasca trauma
- Gangguan pertumbuhan
- Ostemielitis
- Patah tulang ulang
- Otot/tendon : penulangan otot, ruptur tendon
- Syaraf : kelumpuhan syaraf.
B. Umum : batu ginjal akibat immobilisasi lama ditempat tidur
PENATALAKSANAAN :
A. Pertolongan darurat (emergency)
Pemasangan bidai ( splint )
1. Mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut
2. Mengurangi rasa nyeri
3. Menekan kemungkinan terjadinya emboli lemak dan syok.
4. Memudahkan transportasi dan pengambilan foto.

B. Pengobatan definitif
Reposisi segera secara tertutup ( Closed reduction ) :
1. Reposisi tertutup untuk mereposisi. Terbatas hanya pada tulang tertentu.
2. Traksi dengan tarikan ekstremitas bagian distal.
Immobilisasi :
1. Gips ( Plaster of Paris Cast )
2. Traksi secara kontinyu : traksi kulit atau traksi tulang.


Reposisi secara terbuka ( open reduction ) :
Melakukan reposisi dengan cara operasi kemudian melakukan immobilisasi dengan fiksasi menggunakan plat, pen atau kawat ( wire).

C. Rehabilitasi :
Tujuan utama :
1. Mempertahankan ruang gerak sendi.
2. Mempertahankan kekuatan otot.
3. Mempercepat proses penyembuhan luka.
4. Mempercepat pengembalian fungsi penderita.
Latihan terdiri dari :
- Mempertahankan ruang gerak sendi
- Latihan otot.
- Latihan berjalan.

Komplkikasi akibat pengobatan Iatrogenik:
1. Kulit : karena tekanan menyebabkan bed sore’s / decubitus dan cast sore’s.
2. Vaskuler : traksi yang berlebiha menyebabka Volkman’s ischemia gangrene
3. Syaraf ; neurofraksi akibat traksi berlebihan
4. Sendi : infeksi ( septik arthritis )
5. Tulang ; osteomielitis

Pencegahan /Pengobatan Komplikasi Iatrogenik
• Bed sores” : dengan melakukan perubahan posisi pada waktu-waktu tertentu dan memberikan latihan-latihan selama dirawat ditempat tidur
• Cast sores”
- Tekanan pada waktu memasang gis tak boleh terlalu kuat,cukup gips diluncurkan diatas permukaan kulit, pada tempat-tempat yang rawan.
- Pemasangan “padding” bantalan yang dapat berupa kapas untuk 10 hari pertama, dan kaos / stockinet untuk selanjutnya.
- Traksi bandul harus diberikan sesuai dengan berat badan masing-masing penderita.
• Volkmann’s ischemia :
1. Gips sirkuler yang menjepit atau “bandage” segera dilepaskan sama sekali/ penjepitan dibebaskan.
2. Posisi ekstremitas terutama sekitar sendi yang mengalami distrosi harus diperbaiki atau sendi yang dalam keadaan fleksi harus diekstensikan. Bila akibat traksi beban traksi harus dikurangi.
3. Bila hal-hal tersebut masih belum ada perbaikan maka dilakukan fasiotomi atau bila dalam waktu 30 menit tidak ada perbaikan dilakukan eksplorasi secara pembedahan.




















MACAM-MACAM CEDERA MUSKULOSKELETAL DAN CARA PENANGANNYA.

Yang akan dibicarakan disini :
1. Fraktur tertutup
2. Dislokasi
3. Fraktur terbuka
FRAKTUR TERTUTUP :
• Anggota gerak atas
• Tulang vertebra
• Anggota gerak bawah
ANGGOTA GERAK ATAS
1. Fraktur clavicula :-fiksasi Ransel verband 4 minggu atau
-pasang plate dan screw
Komplikasi :
1. pneumothorax
2. paralise nervus brachialis
3. kerusakan arteri/ vena subclavia
4. udema lengan
5. kekakuan sendi

2. Fraktur collum humeri : - fiksasi dengan circular gips aeroplane atau
- pasang screw

3. Fraktur shaft humeri : - fiksasi dengan hanging cast 4 minggu
- U slab 4 minggu
Komplikasi : paralisa nervus radialis menyebabkan dropped hand








4. Fraktur supra condyler humeri: 80% terjadi pada anank-anak.
- fikasi dengan collar and cuff selama 4 minggu atau
- open reduction dan fiksasi dengan wire bersilang

Komplikasi :
1. Volmann’s contracture
2. Kekakuan sendi siku
3. Perubahan bentuk sendi cubitus varus atau cubitus valgus.
5. Fraktur antebrachii:
- Fiksasi dengan circular gaps , mulai pangkal jari kedua sampai diatas siku ,
dengan flaksi 90 derajad selama 6 – 8 minggu. atau
- Open reduction pasang plate and screw
Komplikasi : penyambungan tak wajar, mungkin cross union, malunioan, delayed
union.
6. Fraktur Montegia : fraktur ulna 1/3 proximal disertai dislokasi caput radii
- Fiksasi open reduction, pasang plate and screw pada ulna, caput radii akan kembali keposisi semula

7. Fraktur Galeazi : ftraktur radius 1/3 distal disertai articulatio ulna metacarpal.
- Fiksasi open reduction, plate and screw dari radius , ulna akan kembali ketempat semula.
8. Fraktur Colles : Fraktur radius distal dengan dislokasi kearah cranio dorsal, disertai fraktur proscessus styloideus ulna.
- Terap closed reduction dan dipasang circuler gips kearah ventroulnaris selama
4- 6 minggu.


9. Bennet’s fracture : fraktur dislokasi sendi carpo metacarpal jari ke 1 ( ibu jari ).
-Terapi closed reduction dan fiksasi dengan circulergips abduksi.
-Bila gagal open reduction dan fikasi denagn wire.






FRAKTUR COLLUMNA VERTEBRALIS
Fraktur vertebra paking sering : Li dan L2
Fiksasi dengan gips korset 3 bulan
Komplikasi :
• paraplegia inferior
• retensio urine/alvi menyebabkan uoro sepsis
• incontinensia urine dan alvi menyebabkan urusepsis.








FRAKTUR ANGGOTA GERAK BAWAH.
1. Fraktur pelvis : - fiksasi dengan gurita 3- 4 minggu
Komplikasi : ruptur buli-buli atau urethra.

2. Fraktur collum femoris : - pasang taraksi lurus dan abduksi selama 6 minggu atau
- pasang screw atau total hip prothese





Komplikasi :
1. Avaskuler necrose
2. Kekakuan sendi
3. Kaki pendek sebelah





3. Fraktur shaft femoris :
Fiksasi :
1. Hemispica 4- 6 minggu untuk anak dibawah 10 tahun
2. traksi 8 – 12 minggu , untuk dewasa
3. pasang plate and screw atau pasang pen ( femur nailing )


Komplikasi :
1. malunion
2. pemendekan

4. Fraktur supra condyler femoris :
Fiksasi :
1. circuler gips
2. traksi 4- 6 minggu
3. open reduction dan fiksasi dengan angle blade plate.







5.Fraktur cruris :
Fiksasi :
1. gipspalk atau circulergips 8 – 12 minggu atau
2. open reduction pasang plate and screw

Komplikasi :
1. kekakuan sendi
2. malunion
6. Fraktur caput fibula :
Fiksasi : spalk/ciculergips below knee 8 – 12 minggu atau
Open reduction dan fiksasi pasang screw.
Komplikasi ; kerusakan nervus peroneus menyebabkan dropped foot.
7. Fralktur maleolus :
Fiksasi : spalk/circuler gips below knee 4 minggu
Open reduction pasang screw

8. Fraktur calacaneus : Fikasi : gips spatu 8 – 12 minggu

9. Fraktur tarsalia : fiksasi gips spatu 8 – 12 minggu

10. Fraktur metacarpal/ phalanx : fiksasi ball holding 4 minggu.

11. Fraktur patela :
Fiksasi :
1. gips Kocher selam 4 minggu atau
2. opern reduction dan internal fixation ( ORIF ) dengan wire figure of 8
3. bila patela hancur dilakukan extirpasi.




12. Hemathros : perdarahan dalam sendi . Penyebab robekan pada caksul sendi,tersering lutut.
Tindakan :
1. bebat tekan
2. pungsi
3. circuler gips

13. Sprain : robekan serat pemegang sendi, paling serting pergelangn kaki.
Tindakan :
1. bebat tekan atau circuler gips.





















DISLOKASI.
Definisi : keluarnya caput sendi dari mangko sendi
Penyebab : trauma
Gejala :
1. Deformitas : hilangnya tonjolan tulang yang normal ( deltoid rata, dislokasi bahu). Ada perpendekan
2. Nyeri
3. Fungsiolesa, gerak terbatas ( contoh dislokasi anterior sendi bahu tak bisa endorotasi )
4. Membuat X- foto
Tindakan :
1. reposisi segera
2. dislokasi sendi kecil dapat direposisi ditempat kejadian tanpa anestesi, misalnya dislokasi bahu, dislokasi jari.





Dislokasi bahu :
- paling sering dislokasi anterior
- teknik reposisi :
1. cara Hipocrates, pakai kaki di axilla, dilakukan traksi
2. cara Kocher, paling sering digunakan , taitu traksi, exorotasi, adduksi, endorotasi
3. Cara Stimson , posisi tengkurap, traksi 5- 71/2 kg, 25 menit.

Komplikasi :
- neuropraxia n axillaris  m deltoid lumpuh tak bisa abduksi
- robeknya cuff sendi
- dislokasi berulang
- interposisi tendo biseps aput longus.

Dislokasi sendi panggul ( coxae )
Tindakan dilakukan dengan general anestesi :
1. Pada anak pilih cara yang atromatis, yaitu cara Allis :
- satu asisten memfiksasi pelvis
- satu assisten medorong trochanter
- operator menarik femur pada posisi panggul dan lutut 900-900

2. Cara Bigelow tidak benar dapat menimbulkan fraktur intra artikuler. Caranya tarikan keventral, caudal posisi flexi, kemudian exirotasi.

Sesudah reposisi dilakukan traksi selama 5 – 8 minggu.

FRAKTUR TERBUKA :
Definisi : patah tulang dimana fragmemn yang bersangkutan sedang atau pernah berhubungan dengan dunia luar.
Patofisiologi :
Hubungan dengan dunia luar terjadi karena :
a. penyebab rudapaksa merusak kulit, jaringan lunak dan tulang.
b. Fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit.

Klasifikasi menurut Gustilo Anderson :
• Patah tulang derajad I. : garis patah sederhana dengan luka kurang atau sama 1cm bersih.
• Patah tulang derajad II : garis patah sederhana dengan luka > 1 cm bersih, tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas atau terjadinya flap atau avulsi.
• Patah tulang derajad III : Patah tulang yang disertai kerusakan jaringan lunak luas termasuk kulit, otot, syaraf, pembuluh darah. Patah tulang ini disebabkan oleh gaya dengan kecepatan tinggi.
• Derajad III A : bila patah tulang masih dapat ditutup dengan jaringan lunak.
• Derajad III B : bila patah tulang terbuka tidak dapat ditutup dengan jaringan lunak, sebab jaringan lunak termasuk periosteum sangat berperan dalam proses penyembuhan. Pada umumnya terjadi kontaminasi srius.
• Derajad III C : terdapat kerusakan pembuluh darah arteri.

Pembagian derajad patah tulang sangat penting untuk rencana penanganannya dan prediksi komplikasai dan hasil penanganan.

Gejala klinis : terdapat tanda-tanda patah tulang dengan luka didaerah patah tulang.

Pemeriksaan dan diagnosis : seperti patah tualang tertutup.

Penatalaksanaan :
Prinsip penanganan patah tulang terbuka :
1. Harus ditegakkan dan ditangani lebih dulu akibat trauma yang bersamaan yang membahayakan jiwa.
2. Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat bedah.
3. Pemberian antibiotika yang tepat
4. Stabilisasi.
5. Penutupan luka.
6. Rehabilitasi dini.

Macam tindakan yang dilakukan
1. Tindakan fase pra Rumah sakit :
- pembidaian
- menghentikan perdarahan dengan bebat tekan
- menghentikan perdarahan besar dengan klem

2. Tindakan di UGD :
- periksa semua karena apatah tulang terbuka harus diingat sebagai penderita kemungkinan cedera ditempat lain. Sebab terjadi karena gaya yang sangat .
- tindakan life saving didahulukan
- diberikan antibiotika, alagetika, Toxoid, ATS atau tetanus human globulin.



3. Tindakan dikamar operasi :
- Debridenman dan irrigasi .

- Stabilisasi ; derajad I dan II , dapat dipertimbangkan fiksasi dalam secara primer.
Derajad III , dianjurkan fiksasi luar ( gipspalk, circular gips dengan window)

- Penutupan luka : penutupan primer pada derajad I dan II.
Derajad III tak dianjurkan tutup primer, hanya tulang harus ditutup dengan jaringan lunak ( otot) untuk mempertahankan hidupnya.

4. Rehabilitasi dini : keadaan umum penderita jadi sangat baik, dengan fungsi anggota gerak kembali secarea optimal.

Kepustakaan :
1. Sjamsu Hidajat, Wim de Jong, Buku Ajar ILmu Bedah, EGC Jakarta,1998
2. A.Graham Apley & Louis Solomon, Apley’s System of Orthopaedics and Fractures,
Butterworth-Heinemann Ltd.1993
3. Scott V.Haig and Carlos R. Flores, Orthopedic emergencies, a radiographic atlasThe
McGraw- Hill Companies Medical Publishing Devision, New York, 2004.
4. Schwartz ,SHIRES Spencer, Principles of Surgery, 7th edition, The McGraw-Hill ,
Health Profession Division, New York, 1999.
5. Pedoman Diagnosis dan Terapi , Lab/UPF Ilmu Bedah, RS. Dr. Sutomo Surabaya,
2005.
6. Hamilton Bailey’s Emergency Sugery, Brirtol,John Wright and Son,Ltd, 2003





.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar